Yogi Saputra M

Yogi Saputra M
Izayoi Kuroshitsuji

Selasa, 05 Agustus 2014

Kemahiran Bahasa Sunda

Dan kagetnya, sebab tihang rumah kerbau sudah tergenang air. Begitu juga seluruh persawahan, seujung mata melihat seperti lautan.
Citarum airnya sudah  meluap, sudah tidak terlihat pinggir-pinggir sungainya, airnya sudah mengalir deras sekali, suaranya yang ketir.
“Astaga, taubat Pangeran! Kerbau pada kemana?” kata Si Dirun, berbicara sendiri sambil bergetar karena kaget.
Ketika melihat ke sisi Citarum, tidak menyangka kalau kerbau sudah berkumpul di pinggiran sungai, di tempat yang agak atas serta kakinya sudah tergenang air sampai lututnya.
Dengan cepat Si Dirun turun dari ranggon, ingin menggiringkan kerbaunya ke tempat lain yang lebih atas. Sebab disisi sungai takut airnya akan semakin membesar dan sudah pasti akan membawa hanyut kerbaunya. Tetapi ketika masuk sungai, ternyata dalam airnya sudah sampai dada, serta kekuatannya yang tarik untuk menyedot.
“ Beu, Bagaimana caranya? Kalau terus jalan di sungai, takut menginjak yang dalam, sudah pasti aku tenggelam,” piker  Si Dirun. “ Kalau didiamkan terus, kerbau takut terbawa hanyut air sungai yang besar.”
Ketika sedang berpikir untuk melakukan sesuatu, terlihat tiga gebong pisang yang hanyut. Dengan cepat dia membawa ketiganya, kemudian dia mengikatnya menjadikan sebuah rakit. Ketika sudah terikat kuat dia menaikinya, dikayuh dengan tangannya, menuju pinggiran sungai dimana kerbaunya berada.
Ketika akan sampai di pinggiran sungai, tiba-tiba air sungai mebawa hanyut rakitnya ke hilir, sudah tidak bisa dikayuh tangan, sebab kalah dengan air sungai yang sangat kuat. Ditambah dia sudah lesu, lelah karena terus mendayuh.
Semakin lama Si Dirun hanyut semakin menengah saja, serta semakin jauh ke hilir, sama seperti perahu yang didayuh.
Ketika Si Dirun melihat ke barat, kerbaunya sudah tidak terlihat satupun. Perkiraannya sudah terbawa hanyut, begitu juga dengan ranggon tempat dia neduh, cumin terlihat atapnya saja.
“ Beu apa sekarang gue akan mati,” pikirannya, “ tidak ada jalan selamat kalau begini sareatnya. Malah seperti ini rasanya penderitaan.”
Penderitaannya membuat dia menangis, sesambat ke bapak-ibunya, “ Duh ibu, bapak, tolong aku! Taubat Tuhan Yang Maha Sui !”
Hanyutnya  kebetulan melewati perkampungan  yang agak dekat. Si Dirun teriak dengan kerasnya minta bantuan. Tetapi tidak ada satupun yang mendengarnya, ditambah hujan yang lebat, serta warga juga dalam kesusahannya, sebab kampunya juga sama terkena bencana.
Karena terlalu kelelahan, akhirnya dia tengkurap diatas rakit tersebut sambil memejamkan mata. Didalam hatinya  tidak ada harapan selamat, Cuma menunggu datangnya malaikat maut. “Eh, Cuma sampai saat ini aku melihat alam dunia. Pileuleuyan alam dunia!” kata Si Dirun dalam pikirannya.
Hari semakin gelap, tanda akan malam. Ditambah hujan yang tidak berhenti, malah semakin membesar, seperti akan kiamat. Begitu juga dengan air sungai yang semakin besar, serta rakit yang semakin terbawa hanyut.
Kira-kira pukul delapan malam, hujan mulai mengecil. Semakin lama semakin mengecil dan akhirnya hujanpun berhenti.
Karena sudah pegal terlentang, Si Dirun akhirnya bangun. Dia sangat kaget begitu melihat seluruh yang ada disekelilingnya, sudah gela. “ Apakah gue sudah mati, kenapa gelap gulita?” pikirnya.
Ketika melihat ke langit, dia melihat bintang bertebaran, terlihat mengedip seperti mentertawakan, sebab ada anak yang mengharapkan datangnya malaikat maut.
“ Ih ternyata gue tuh belum mati,” bicaranya. “ Gue masih hidup, buktinya terbawa hanyut sungai yang begitu jauh serta lama. Badan gue terasa beku, tetapi masih utuh, cuman kedinginan.”
Sesudah punya pikiran seperti itu, datang lagi harapan ingin selamat. Kemudian dia sesambat kepada ibu dan bapaknya serta meminta kepada Yang Maha Kuasa supaya cepat mendapat pertolongan dari- Nya.



SELAMAT

Semalaman Si Dirun mengapung di rakit yang terbawa hanyut air sungai sampai ke muara Citarum, terus terbawa sampai ke tengah laut.
Pagi-pagi setelah meletek srangenge, Si Dirun kaget sekali sebab sudah berada di laut, serta agak jauh dari daratan, “ Masya Allah, apakah gue lagi mimpi, kenapa sudah berada di laut? Eh kalau begini kejadiannya seperti samar bisa selamat,” kata Si Dirun bicara sendiri. “ Tetapi, Allah Yang Maha Kuasa tidak pilih-pilih, jika akan menolong kepada makhluk yang lagi kesusahan, selalu ada jalannya.”
Itu ingatan Si Dirun benar sekali, buktinya kira-kira waktu pagi menjelang siang, dia melihat perahu layar lapat-lapat dari kejauhan. Perkiraannya perahu nelayan yang akan pulang dan akan menghampiri dia. Dengan cepat Si Dirun membuka  bajunya, kemudian melemparkan sambil memanggil minta tolong. Tidak lama perahu tersebut menghampirinya. Ketika sudah dekat, Si Dirun dilemparkan tambang. Dengan cepat dia menangka ujung tambang tersebut. Sesuda begitu, ditarik tambang tersebut oleh nelayan. Ketika sudah menempel pada perahu, Si Dirun terus diangkat ke perahu. Alhamdulillah sekarang selamat, kata hatinya.
“ Eh, makasih, atas kemurahan hati bapak sudah menolong  saya,” kata Si Dirun, bicaranya terpotong-potong serta mengigil.
“ Bukan begitu, bagaimana sebabnya kamu bisa mengapung di rakit di tengah laut?” kata nelayan ke Si Dirun.
Kemudian  Si Dirun menerangkan penyebab  dia semalaman hanyut terbawa air sungai, sebab ingin menolong kerbau gembalaannya.
Nelayan tersebut sangat mengasihi kepada Si Dirun, bicaranya, “ Eh, sangat kasihan kami ke kamu tuh. Tetapi kami menyesal tidak bisamengantarkan ke kampung kamu. Sekarang bagaimana kedepannya? Dimana kamu mau turun? Nanti kami turunkan.”
“ Eh, Pak,” kata Si Dirun kepada nelayan , “ tidak tahu dimana, karean saya tidak tau harus dimana turunnya. Terserah kasih dari Pak saja. Tidak tau jalan dan tidak bisa pulang sendiri, sebab begitu jauh pulang ke kampung.”
“ Ya kalau begitu lebih baik ikut sama Pak saja,” kata Nelayan yang aling tua. “ Sebab kamu tidak tahu jalan pulang, serta Pak juga tidak bisa mengantar kamu ke kampungmu.”
Si Dirun begitu senang mendengar bicara nelayan tersebut, sebab kata pikirannya, “ Jika gue bisa pulang ke kampung, tidak ada gunanya, malah tambah penderitaan dan kesengsaraan saja.”
Nelayan tersebut bersasal dari Pulo Kapal. Yang menjadi juragan atau paling tua namanya Pak Lihun, umurnya kira-kira lima ppuluh tahun. Badannya kecil tapi kekar. Bicaranya lucu dan sifatnya begitu ramah.
Di Perahu tersebut sedang ngeliwet di tungku.
Si Dirun terus menghangatkan badan, sambil menunggu liwet tersebut.
“ Mungkin kamu sudah lapar ya?” kata Pa Lihun. “ Silahkan gelekkan apinya, masuk-masukin kayu bakarnya supaya cepat masak.”
Tidak lama liwet sudah matang, terus dituangkan pada wadah. Sesudah begitu, arang bekas ngeliwet tadi digunakan untuk membakar ikan, yaitu ikan tuna dan kembung.
Selagi membulak-balik ikan bakar, Si Dirun sudah kelaparan sambil menelan ludah. Matanya sesekali melihat pada ikan bakar, sesekali melihat ke nasi liwet.
“ Sabar, nak, sebentar lagi juga matang, belum garing,” kata Pa Lihun sambil tertawa. “ Angin-angin saja dulu menggunakan kipas!”
“ Ini kelihatannya sudah matang, terlihat agak gosong,” kata Si Dirun yang tidak sabar, ingin cepat mengambil ikan.
“ Is belum matang, itu cuman gosong karena kulitnya terbakar,” kata Pa Lihun, nanti kalau sudah matang, terus di bumbui sama kecap. Ini kecapnya!”
Sesudah matang, ikan pun diberi kecap. Setelah ditaburi kecap, bau harum ikan bakar pun menyebar. Hidung Si Dirun terlihat mengembang bahagia.
Setelah itu, nelayan akhirnya pada makan, terlihat sangat menikmati. Terlebih  Si Dirunyang sangat kelaparan. Karena sehari semalam tidak makan nasi.
Sesudah makan, Si Dirun terus duduk menyandar pada tihang layar sambil melihat laut. Dia sangat suka melihat ombak kecil seperti sedang kejar-kejaran.
Sebab Si Dirun tidak tidur semalaman, saat itu ketiduran sampai tidur dengan nyenyaknya. Sorenya Si Dirun baru bangun, itu juga dibangunkan Pa Lihun, sebab saat itu sudah sampai di Pulo Kapal.
“ Dimana ini, Pak?’ kata Si Dirun sambil mengusap mata.
“ Ih, ini kan kampung Bapak yang dinamakan Pulo Kapal.” Kata Pa Lihun.
Si Dirun berdiri ingin turun ke darat, tetapi ketika akan melangkahtiba-tiba terjatuh, kemudian tergeletak sambil memegang kepala.
“ Kamu kenapa nak?’ kata Pa Lihun yang kaget.
“ Aduh, Pak, saya pusing dan juga nyeri badan,” kata Si Dirun sambil menangis.
Si Dirun terus digendong sama Pa Lihun, dibawa ke rumahnya.
“ Anak dari mana itu?” kata istri Pa Lihun semu kaget.
“ Anak yatim, ketemu di tengah laut dekat muara Citarum,” jawab Pa Lihun.
“ Ketemu di laut? Kenapa bisa ada di laut?”
“ Katanya terbawa air sungai ketika mau menggiringkan kerbau gembalaannya.”
“ Eh, kasihan sekali!” kata Ibu Lihun.

***

Pa Lihun tersebut di Pulo Kapalnya terbilang orang cukup kaya. Sebab kehidupannya bukan sekedar nelayan, tetapi sambil menyewakan beberapa perahu. Lebih dari itu Pa Lihun mempunyai ratusan pohon kelapa, yang hasilnya itu bukan sedikit.

SETAN IDIOT (atau gue yang idiot?)

kuli bangunan itu punya istri di kampungnya, tau enggak istrinya ngapain? istrinya pergi ke dukun mau nyantet si Tati. dia pergi ke rumah dukun, buka pintu rumah dukun, "permisi, duk", "silahkan duduk" kata si dukun, "punya keluhan apa?" kata si istri "ini duk, saya punya suami, dia pacaran sama pembantu namanya Tati."mana fotonya?"lalu diberikan foto Tati ke dukun tersebut. "kita santet. hahahaha*ketawa jahat."santet!?!?!""iya, kita santet. S A N T E T! kita kirim jin ke rumahnya si Tati untuk nyurupin dia" (dan itu rumah gue)suatu magrib apa yg terjadi? gue pulang dari kampus, masuk rumah, gue naik tangga, tau enggak di ujung tangga ada siapa???? ada pembantu gue kesurupan, tapi bukan mba Tati yg kesurupan, malah mba Putri yg kesurupan. setannya salah masuk badan *eetdaah -___-dia teriak-teriak, "semua disini akan mati! semua disini akan mati!!" (dan itu setan yg paling goblok yang pernah gue tau.)"mba Putri kenapa?" jawab mba Putri yg masih kesurupan "semua disini akan mati!""mba putri kenapa?"jawabnya lagi "semua disini akan mati!!""mba Putri kenapa? Jawab!!"dia diam, lalu "ini bukannya Tati?? kenapa lu panggil gue Putri??" (gue bilang juga apa, goblok kan _----_)"bukan bego! ini bukan tubuh Tati, ini tubuh putri.""Tati mana Tati??""Tati dibawah" (tau enggak dia ngomong apa) "keluarin saya!!""yeeeeh, lu yang masuk gue yg repot, cara keluarin lu gimana?"(adik gue datang)"abang, abang ada apa abang??""ini pembantu kita kesurupan""ayo abang, kita keluarin setannya.""lu tau cara keluarinnya?""aku sering baca majalah misteri""terus...""ayo abang kita sama-sama pencet hidungnya." (salah gaul rupanya, setau gue yang kesurupan itu ya di pencet jempol kakinya)setelah dipencet hidungnya, suara yg keluar malah mirip ke bencong, yang kesurupan "keluarin sayaaaaaa! panggil ambulance, satpol pp,"nyokap gue datang, "ada apa ribut-ribut??""ini mamih, si mba Putri kesurupan""ayo cepat kita bawa dia,""bawa kemana mamih?""kita bawa dia ke rumah sakit pertamina" (mau diapain orang kesurupan dibawa ke rumah sakit?? mau di infus air zam-zam???)"ada apa dengan mamih??"


pencerita: Igoy.com


juru tulis: Mrs. Ihen

Sabtu, 14 Juni 2014

Cerita Anak "Berbelanja"



                                                    PESAN

oleh Connie van den Berg

Ibu berada di nya paha untuk lemari es. "Saya lupa susu," katanya. "Eh bidah. Sekarang saya memiliki satu kali lagi ke toko." "Aku akan pergi," kata Minca, "tapi kemudian aku punya uang dan kantong." "Anda tidak membutuhkan tas," kata ibu. "Satu karton susu dapat Anda memakai begitu baik." Minca tidak setuju. "Tas bagian dari permainan, jika Anda akan melakukan." Ibu tertawa dan Minca memberikan sebuah tas dan uang.

Minca melewatkan keluar. Tas menggantung Merry untuk lengannya kembali dan sebagainya. Tas belanja yang nyata, dia menemukan. Dengan garis-garis merah, hijau dan biru. Di sudut jalan sudah toko. sebuah toko kecil. Supermarket jauh, jauh lebih besar, berpikir Minca. Ada pergi ibu biasanya. Kemudian dia harus memiliki banyak pesan. Dan dia mengatakan bahwa lebih murah. Jadi saya lebih baik pergi ke toko kelontong, berpikir Minca. Seperti seorang ibu yang nyata.

Tapi mendapatkan ada ia harus menyeberang jalan yang sibuk. Ada banyak mobil lebih dari. Minca adalah tempat penyeberangan pejalan kaki. Namun dia berani tidak untuk menyeberang. Ada datang Madam kepada mereka juga untuk keinginan sisi lain. Minca silahkan membayar perhatian.
Jika wanita penuh road, menyewa Minca belakangnya. Beberapa saat kemudian, negara aman di sisi lain. Sekarang supermarket tidak jauh lebih.

Banyak orang berjalan di toko. Minca ini cukup sering dengan ibunya. Susu memiliki mereka begitu sehingga ditemukan. Di checkout mereka harus menunggu lama, sebelum mereka berpaling. Jika mereka punya uang untuk setelan memberikan susu, dia merasa besar. Dan mereka akan mendapatkan uang kembali terlalu!

Mereka dapat berjalan toko dari berat. Tas menggantung sekarang tidak lebih kembali dan sebagainya. Hal ini karena sekarang ada sesuatu di dalamnya. Di tempat penyeberangan pejalan kaki Minca terus menunggu. Akan ada seseorang yang harus memasukkan, dia berpikir. Mereka menunggu waktu sangat lama. kakinya pergi terluka. Dan sekarang masih hujan mulai turun juga. Rambutnya menjadi basah kuyup. Di sana mereka pergi lebih keras tumbuh, rasa Minca. Seperti tanaman. Dan aku tidak ingin melakukan hal ini. Aku akan pulang.

Minca berani tidak akan melintasi

Dia tampak di sebelah kiri, kemudian ke kanan. Mobil baru. Tidak, mereka tidak berani. Dia meremas matanya erat dan mulai menangis. Bagaimana mereka harus datang rumah sekarang?

Tiba-tiba dia merasa tangan pada bahunya. Terkejut ia terlihat. Ini adalah ibu! "Saya membuat saya khawatir," katanya dan dia tampak sedikit marah. "Anda tetap begitu lama pergi. Mengapa Anda berjalan sepanjang jalan ke sini? Kami memiliki kedai dekat rumah." "Di supermarket harganya lebih murah," kata Minca berat. "Itu baik-baik saja," kata ibu, "tapi masih yang tidak melakukannya lagi. Terlalu berbahaya."

Bersama-sama mereka menyeberang jalan. "Rambut saya telah menjadi lebih lama," kata Minca. Ibu tidak mengerti apa artinya. "Itu akan tumbuh dalam hujan. Seperti bunga dan rumput. Saya merasa takut akan tumbuh rambut saya ke tanah." "Mallerd," kata ibu. "Rambut Anda memiliki air tidak diperlukan untuk tumbuh." "Apa itu?" "Itu selalu memperluas. Sedikit setiap hari. Anda juga. Oleh apa yang Anda makan dan minum. Seperti susu, misalnya. Tetapi Anda tahu lebih banyak besar sebelum Anda sendiri harus menyeberangi jalan yang sibuk. Anda akan lebih lama saat menunggu?" "Ya," kata Minca.

Cerita Bahasa Belanda



                                                       Is papa dood?

door Danielle van der Ziel, 12 jaar
Sanne kwam terug uit school, ze liep ze liep zo snel mogelijk naar huis. Haar vader was ernstig ziek, dus moest iedereen op hem letten. Sanne stak de sleutel in het gat en liep naar binnen. Hallo pap riep ze. Geen geluid. Pap herhaalde Sanne. Stil...Ze liep de keuken in. Daar lag haar vader. Sanne krijste. Papa! Ze liep naar de telefoon. Het ziekenhuis. 221 nee, 112 ze typte het nummer in. Mijn vader help me schreeuwde ze. Ze gaf met moeite haar adres op. Niet veel later kwam de ambulance. Pap werd meegenomen.

Mama en Roos werden opgebeld. Roos is een oudere zus van Sanne. Samen zaten ze om het bed. Wordt papa beter? vroeg Sanne. Moeder gaf geen antwoord. Het was stil. Je hoorde wat piepjes van de apparaten. Papa lag met allerei draadjes in het witte bed. Roos lag te huilen, moeder keek stil voor zich uit. En Sanne keek verdrietig naar papa. Er kwam een zuster binnen. Wilt u even mee komen? vroeg ze aan mama. Mama liep mee. Sanne en Roos zaten in de kamer. Word papa beter? vroeg Sanne weer. Ja tuurlijk mompelde Roos. Vind jij papa lief? vroeg Roos. Ja tuurlijk zei Roos, maar dan op een heel andere toon. Ik mis pappie, en dood gaan is stom, zei Sanne. Papa wordt beter oke? En nou stil, snauwde Roos en ze pakte de Tina. Mama kwam weer binnen. En? vroeg Roos. Vanavond blijf ik bij Henk, jullie kunnen bij opa en oma terecht. Ze proberen papa beter te maken, en als het heel goed gaat kan hij over twee weken weer naar huis zei moeder. Naar oma en opa joepie, zei Sanne. Stom wicht snauwde Roos. 
Weer werd het stil.
Oma kwam hen ophalen, ze hadden het heel gezellig, eerst hadden ze over papa gepraat, en om afleiding te zoeken had opa een speurtocht door het bos gemaakt.
's Avonds aten ze pannenkoeken. Die avond kon Roos niet slapen, ze dacht aan papa. Gaat hij dood, ze had die middag haar zusje over tuigt dat hij beter werd, alleen zelf weet ze het niet. 

Het ging mis, papa kreeg 's avonds een hartaanval. Oma en opa werden gebeld. Ze gingen zo snel mogelijk naar het ziekenhuis. Hij was overleden. Moeder lag huilend naast het bed van papa. Roos gilde en zat huilend op een stoel. Oma had Sanne vast.

Papa werdt een week later begraven. Sanne begreep het niet echt, maar huilde wel. Mama, Sanne en Roos hadden een gedicht gemaakt.
Roos zou het voorlezen maar ze kon het niet, moeder deed het voor haar. 
Ze hoefen twee dagen niet naar school. Toen ze weer op school waren deed iedereen aardig, dat hielp niets vond Roos. Daarmee komt papa niet terug. 
Mama was erg stil, ze maakte het eten voor twee weken. Roos zei dat ze op moest houden. Eindelijk hield mama op. Tenslotte ging het leven door.

Papa is nu twee jaar dood.

Cerita Bahasa Belanda dan Terjemahannya



TEKS DAN TERJEMAHAN CERITA

“BOODSCHAPPEN”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Belanda II yang dibina oleh
Bapak Asep Yusup Hudayat, M.A.

Yogi Saputra Mubarok
180210130077




 











UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
SASTRA SUNDA
BANDUNG
2014










Yogi Saputra M
180210130077


BOODSCHAPPEN
door Connie van den Berg
Moeder zit op haar hurken voor de ijskast. "Ik heb de melk vergeten," zegt ze. "Hè bah. Nu moet ik nog een keer naar de winkel." "Ik ga wel," zegt Minca, "maar dan moet ik geld hebben en een tas." "Een tas heb je niet nodig," zegt moeder. "Eén pak melk kan je zo wel dragen." Minca is het daar niet mee eens. "Een tas hoort erbij, als je boodschappen gaat doen." Moeder lacht en geeft Minca een tas en geld.

            Minca huppelt naar buiten. De tas bungelt vrolijk aan haar arm heen en weer. Een echte boodschappentas, vindt ze. Met rode, groene en blauwe strepen. Op de hoek van de straat is de winkel al. Een kleine winkel. De supermarkt is veel en veel groter, denkt Minca. Daar gaat moeder meestal heen. Dan moet ze veel boodschappen hebben. En ze zegt dat het daar goedkoper is. Dus kan ik beter naar de supermarkt gaan, denkt Minca. Net als een echte moeder.

            Maar om daar te komen moet ze een drukke straat oversteken. Er rijden veel auto's voorbij. Minca staat bij het zebrapad. Toch durft ze niet over te steken. Er komt een mevrouw aan die ook naar de overkant wil. Minca let goed op. Als de vrouw de weg overloopt, rent Minca achter haar aan. Even later staat ze veilig aan de overkant. Nu is de supermarkt niet ver meer.

            In de winkel lopen veel mensen. Minca is vaak genoeg met haar moeder mee geweest. De melk heeft ze dus zo gevonden. Bij de kassa moet ze lang wachten, voordat ze aan de beurt is. Als ze het geld voor het pak melk geeft, voelt ze zich groot. En ze krijgt nog geld terug ook!

            Gewichtig wandelt ze de winkel uit. De tas bungelt nu niet meer heen en weer. Dat komt doordat er nu iets in zit. Bij het zebrapad blijft Minca wachten. Er zal zo wel iemand komen die over moet steken, denkt ze. Ze wacht heel lang. Haar benen gaan zeer doen. En nu begint het nog te regenen ook. Haar haren worden drijfnat. Daar gaan ze harder van groeien, denkt Minca. Net als planten. En dat wil ik niet. Ik ga naar huis.



            Ze kijkt naar links, dan naar rechts. Er komen steeds nieuwe auto's aan. Nee, ze durft niet. Ze knijpt haar ogen stijf dicht en begint te huilen. Hoe moet ze nu thuis komen? 

            Opeens voelt ze een hand op haar schouder. Verbaasd kijkt ze om. Het is moeder! "Ik maakte me ongerust," zei ze en ze kijkt een beetje boos. "Je bleef zo lang weg. Waarom ben je helemaal hier naartoe gelopen? We hebben dicht bij huis een winkel." "In de supermarkt is het goedkoper," zegt Minca gewichtig. "Dat is fijn," zegt moeder, "maar toch mag je dat niet meer doen. Veel te gevaarlijk."

            Samen steken ze de weg over. "Mijn haar is langer geworden," vertelt Minca. Moeder begrijpt niet wat ze bedoelt. "Het is gaan groeien door de regen. Net als bloemen en gras. Ik was bang dat mijn haar tot de grond zou groeien." "Mallerd," zegt moeder. "Je haar heeft geen water nodig om te groeien." "Wat dan wel?" "Het groeit altijd. Elke dag een beetje. Jijzelf ook. Door wat je eet en drinkt. Zoals melk, bijvoorbeeld. Maar jij moet heel wat groter zijn voordat je zelf zo'n drukke weg over mag steken. Zal je zolang wachten?" "Ik wel," zegt Minca.

www.kinderverhalen.nl


Terjemahan
Berbelanja
oleh Connie van den Berg

Ibu berjongkok di dekat kulkas. " Aku melupakan susu, " katanya (Ibu). " Uh yuck. Sekarang aku harus kembali lagi ke toko. " " Aku yang akan pergi, " kata Minca, " tetapi aku harus membawa uang dan sebuah tas. " " Kamu tidak  membutuhkan sebuah tas, " kata Ibu. " Sekotak  susu kaleng itu kamu bisa membawanya. " Minca tidak setuju. " Sebuah tas itu adalah bagian tambahan, ketika kamu pergi berbelanja. " Ibu tertawa dan memberikan Minca sebuah tas dan uang.

Minca berjingkrak keluar. Tas menggantung di lengannya (Minca) yang ceria bolak balik (tas). Sebuah tas belanja yang asli, ditemukan dia (Minca). Dengan garis-garis merah, hijau dan biru. Di sudut jalan adalah toko semua. Sebuah toko kecil (warung). Sebuah supermarket jauh lebih besar, pikir Minca. Ibu biasanya pergi disekitar sini. Kemudian dia (Minca) menemukan banyak toko bahan makanan. Dan dia (Minca) bilang itu lebih murah di sana. Jadi aku lebih baik pergi ke supermarket, pikir Minca. Sama seperti seorang ibu.

Tapi untuk sampai ke sana dia (Minca) harus menyeberang jalan yang ramai (kendaraan). Disana banyak mobil yang lewat. Minca berdiri di penyeberangan. Namun dia (Minca) tidak berani menyebrang. Di seberang ada seorang wanita yang ingin menyeberang. Minca memperhatikan. Jika wanita berjalan untuk menyeberangan, Minca akan berjalan (menyeberang) setelah dia. Beberapa saat kemudian, dia (Minca) aman di sisi lain penyebrangan. Sekarang supermarket tidak jauh.

Di toko banyak orang yang berjalan. Minca sudah cukup sering berada (di toko) bersama ibunya. Setelah susu begitu ditemukan. Pada tempat pembayaran, dia (Minca) harus menunggu lama sebelum mereka bergiliran. Jika dia (Minca) memberikan uang untuk sekotak susu kaleng, maka itu terasa besar (Uang). Dan dia (Minca) masih memperoleh uang kembali juga!




Dia (Minca) berjalan keluar dari toko. Sekarang tas menggantung tidak lagi bolak-balik. Itu karena sekarang ada sesuatu (susu). Disebuah penyeberangan Minca menunggu. Akan  ada seseorang di seberang sana yang akan menyeberang, dia (Minca) berpikir. Dia (Minca) menunggu untuk waktu yang lama. Kakinya (Minca) akan terasa sakit (kesemutan/pegel). Dan sekarang juga hujan mulai turun. Rambutnya (Minca) basah kuyup. Di sana mereka lebih sulit untuk tumbuh (berteduh), berpikir Minca. Sama seperti tanaman. Dan aku tidak mau. Aku mau pulang ke rumah.

Dia terlihat ke kiri, lalu ke kanan. Ada lebih banyak mobil lewat. Tidak, dia (Minca) tidak berani. Dia memijat matanya yang tertutup dan mulai menangis. Bagaimana seharusnya dia (Minca) pulang sekarang?

Tiba-tiba dia (Minca) merasakan ada tangan di bahunya. Dia (Minca) heran melihat ke sekeliling. Ini ibu! " Aku khawatir (cemas), " katanya (Ibu), tampak sedikit marah. " Kamu pergi begitu lama. Kenapa kamu berjalan sepanjang jalan untuk pergi ke sini? Kita memiliki sebuah toko yang dekat dengan rumah. " " Di supermarket lebih murah, " kata Minca. " Itu bagus, " kata ibunya , " tetapi kamu tidak bisa melakukan itu. Terlalu berbahaya. "

Bersama-sama mereka menyeberang jalan. " Rambut saya telah mendapat lebih lama (air hujan), " kata Minca. Ibu tidak mengerti apa maksudnya. " Ini (rambut) akan tumbuh di tengah hujan. Seperti bunga dan rumput. Aku takut itu akan tumbuh di rambut saya seperti tanah." " Mallerd, " kata ibunya. " Rambut kamu tidak membutuhkan air untuk tumbuh. " " Lalu apa ? " " Selalu tumbuh. Setiap hari tumbuh sedikit. Tumbuh sendiri. Dari apa yang kamu makan dan minum. Seperti susu, misalnya. Tapi kamu harus lebih banyak (minum susu) sebelum kamu dapat menyeberang. Jalan yang sibuk (ramai) seperti ini akankah kamu menunggu begitu lama ? " " Saya lakukan, " kata Minca.

Hari                 : Kamis, 22 Mei 2014
Pukul               : 11:31 WIB